KAJIAN NILAI TAMBAH
AGROINDUSTRI NATA DE COCO
OLEH : CECEP PARDANI, SP., MP.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui : (1) Besarnya biaya pada agroindustri nata de coco per satu kali proses produksi, (2) Besarnya penerimaan
dan pendapatan pada agroindustri nata de
coco per satu kali proses produksi, dan (3) Besarnya nilai tambah pada
agroindustri nata de coco per satu
kali proses produksi.
Tempat penelitian dilaksanakan di
Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis. Metode penelitian yang
digunakan adalah studi kasus. Responden yang diambil dalam penelitian ini
diambil secara sengaja (purposive
sampling), yaitu pada seorang perajin nata
de coco di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa untuk satu kali proses produksi pembuatan nata de coco dibutuhkan bahan baku sebanyak 8.640 Liter air kelapa
dan memperoleh nata de coco sebanyak
2.880 lembar. Biaya yang dikeluarkan untuk satu kali proses produksi sebesar
Rp. 1.878.324,07,- dengan penerimaan sebesar Rp. 3.168.000,- sehingga
agroindustri nata de coco ini
memperoleh pendapatan sebesar Rp. 1.289.675,93,-. Berdasarkan perhitungan nilai
tambah yang diperoleh sebesar Rp. 168,75 per lembar per satu kali proses
produksi.
Kata kunci: Agroindustri, Nata de coco, Nilai
tambah
ABSTRACT
This research
had a purpose to know: (1) the cost size in agroindustry nata de coco per one
production process. (2) the acceptance size and the income in agroindustry nata
de coco per one production process. (3) the added value size in agroindustry
nata de coco per one production process.
The place of
the research was carried out in the Village Karangbenda the Subdistrict of Parigi the Ciamis Regency with the method of the case study research. The respondent who was
taken in this research was taken deliberately (purposive sampling), that is to
a craftsman nata de coco in the Village Karangbenda the Subdistrict
of Parigi
the Ciamis Regency.
Results of the research were known that for
one production process of the production nata de coco was needed the raw
material totalling 8.640 Litre the coconut juice and received nata de coco
totalling 2,880 sheets. The cost that was spent for one process time of the
production of Rp. 1.878.324,07,- and acceptance. Rp. 3,168,000.- agroindustry
nata de coco this received the income of Rp. 1.289.675,93,-. Was based on the calculation of added value
that was received of Rp. 168,75.
Key words:Agroindustry,Nata de coco,Added
value
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada mulanya air kelapa kebanyakan hanya merupakan
limbah dari industri pembuatan kopra atau minyak goreng (Jawa: klentik). Nata
dari air kelapa yang kemudian terkenal dengan nama Nata De Coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan
mikroba acetobacter xylinum. Di Indonesia, Nata De Coco sering disebut sari air
kelapa atau sari kelapa. Nata De Coco
pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia, Nata De Coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan
pada tahun 1975. Namun demikian, Nata De
Coco mulai dikenal luas di pasaran pada tahun 1981 (Tenda,
Lengkey, Miftahorrachman dan Tampake, 1999).
Dari segi skala perusahaan, usaha
Nata De Coco dilakukan oleh beberapa
perusahaan besar-menengah dan juga banyak sekali perusahaan kecil-rumah tangga.
Tentu saja mereka memiliki segmentasi pasar sendiri-sendiri. Perusahaan
besar-menengah memiliki pasar yang relatif lebih luas mencangkup pasar domestik
dan pasar ekspor. Sedangkan perusahaan kecil-rumah tangga memiliki pasar lokal
dan daerah sekitar. Usaha kecil-rumah tangga Nata De Coco telah banyak menyerap tenaga kerja lokal. Sebenarnya Nata De Coco merupakan hasil sampingan
(limbah) buah kelapa. Dan dari segi sosial usaha Nata De Coco menyerap tenaga kerja lokal yang besar baik perusahaan
menengah, besar, kecil maupun rumah tangga. Usaha ini hanya menggunakan
teknologi yang sederhana tanpa perlu pengetahuan yang spesifik, sehingga usaha
ini dapat dilakukan dalam usaha skala kecil maupun skala usaha rumah tangga
terutama di daerah penghasil kelapa atau kawasan industri pangan yang bahan
bakunya dari daging buah kelapa seperti industri minyak kelapa, industri geplak
dan lain-lain.
Di Kabupaten Ciamis terdapat 8
(delapan) perusahaan agroindustri Nata De
Coco yang semuanya tersebar di beberapa kecamatan, jumlah perusahaan agroindustri Nata De Coco terbanyak terdapat di
Kecamatan Parigi. Di Kecamatan Parigi jumlah perusahaan yang membuat Nata De Coco ada 4 (empat) perusahaan
dengan jumlah produksi total 6.380 lembar, perusahaan Natania yang berada di
Desa Karangbenda memproduksi paling banyak yaitu 2.880 lembar, dibandingkan
dengan 3 (tiga) perusahaan lainnya yang berada di Kecamatan Parigi. Kegiatan agroindustri Nata De Coco dalam pelaksanannya tidak terlepas dari biaya
produksi. Penggunaan biaya ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dari
komoditas buah kelapa, serta untuk meningkatkan pendapatan keluarga juga
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya (Dinas Pertanian Kabupaten
Ciamis 2008).
Biaya merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan produksi
yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang
besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh produksi dan sifatnya tidak habis dalam
satu kali proses produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh produksi dan sifatnya habis dalam satu kali proses
produksi (Mubyarto, 1989).
Tjakrawiralaksana (1983) menyatakan bahwa penerimaan
adalah hasil perkalian dari hasil produksi dengan harga satuan, sedangkan
pendapatan suatu usaha digambarkan sebagai hasil pengurangan nilai-nilai
penerimaan usahanya dengan biaya yang dikeluarkan atau selisih antara
penerimaan dengan biaya produksi. Menurut Hayami, Kawagoe, Marooka, Siregar
(1987) bahwa nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan harga bahan baku dan biaya overhead dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/Kg). Bertitik
tolak dari hal tersebut, perlu adanya Kajian Nilai Tambah Agroindustri Nata De Coco”
yang merupakan studi kasus pada perusahaan “Natania” di Desa Karangbenda Kecamatan
Parigi Kabupaten Ciamis.
1.2 Tujuan
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengetahui :
1)
Besarnya biaya pada agroindustri Nata De Coco di Perusahaan Natania di Desa Karangbenda Kecamatan
Parigi per satu kali proses produksi.
2)
Besarnya penerimaan dan pendapatan pada agroindustri Nata De Coco di Perusahaan Natania di
Desa Karangbenda Kecamatan Parigi per satu kali proses produksi.
3)
Besarnya nilai tambah agroindustri Nata De Coco di Perusahaan Natania di Desa Karangbenda Kecamatan
Parigi per satu kali proses produksi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroindustri Nata
De Coco
Dilihat dari sudut pandang ekonomi
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk produksi Nata De Coco mengingat Indonesia sebagai
penghasil kelapa terbesar di dunia. Jumlah perusahaan baik perusahaan jenis I (penghasil Nata De Coco lembaran), perusahaan jenis
II (penghasil Nata De Coco kemasan
saja), maupun perusahaan jenis III (penghasil Nata De Coco lembaran dan kemasan sekaligus) cukup banyak.
Perusahaan yang dapat mencapai skala ekonomi akan berproduksi secara kontinyu,
sedang perusahaan yang tidak mencapai skala ekonomi hanya berproduksi secara
sporadis melayani limpahan permintaan domestik pada hari-hari khusus seperti
puasa, lebaran, tahun baru dan sebagainya (Wisnu, 2007).
Tidak terdapat hambatan legal (legal
barriers) khusus untuk perusahaan baik pemerintah daerah maupun penguasaan
input. Perusahaan formal hanya perlu mendapatkan izin usaha dari pemerintah
daerah. Bahkan banyak yang informal karena merupakan usaha rumah tangga yang
berproduksi secara sporadis. Pasokan Nata
De Coco tidak tergantung dari musim mengingat pasokan kelapa yang bisa
sepanjang tahun. Harga Nata De Coco
lembaran maupun kemasan (gelas) harga relatif stabil dan terjangkau, hal ini
disebabkan oleh harga input utama air kelapa yang relatif sama. Persaingan
dalam mendapatkan input serta sifat input yang mudah rusak merupakan faktor
utama kestabilan harga air kelapa. Harga air kelapa berkisar antara Rp 100 - Rp
150 per liter. Harga Nata De Coco
lembaran berkisar antara Rp 900 - Rp 1.000 per lembaran (kurang lebih 1 kg). Nata De Coco kemasan bervariasi antar
perusahaan (Wisnu, 2007).
Pemasaran Nata De Coco dapat
dilakukan ke produsen-produsen Nata De
Coco kemasan yang ada di daerah maupun luar daerah. Adanya perusahaan besar
yang sekaligus membuat Nata De Coco
tawar dan Nata De Coco kemasan siap
konsumsi membuka kesempatan bagi produsen kecil Nata De Coco tawar untuk memasok bahan bakunya. Pasar produsen
besar bahkan sudah menembus pasar ekspor. Sayangnya, sering kualitas dan
standar Nata De Coco tawar tidak
sesuai yang diharapkan produsen besar. Produsen besar menghadapi permasalahan
standarisasi dan kualitas pada pasokan usaha kecil. Akibatnya, produsen besar
tidak menerima Nata De Coco dari
usaha kecil. Produsen besar hanya bermitra dengan petani penyedia input air
kelapa tidak dengan produsen Nata De Coco.
Produsen kecil Nata De Coco relatif
lebih banyak bermitra dengan produsen menengah dan kecil Nata De Coco kemasan baik di daerah maupun luar daerah. Sayangnya,
hubungan menguntungkan ini tidak terdapat kontrak sehingga kepastian
keberlanjutan tidak terjamin. Produsen Nata
De Coco memproduksi berdasarkan permintaan produsen Nata De Coco kemasan.
2.2 Agroindustri
Menurut Manalili (1996) bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah
pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ke tahapan
pembangunan industri. Jadi setelah pembangunan pertanian, diikuti dengan
pembangunan agroindustri termasuk pembangunan industri.
Indonesia merupakan negara Agraris dimana hampir 60% penduduknya mempunyai
mata pencaharian disektor pertanian. Potensi pertanian di daerah, seperti padi,
singkong, jagung dan kedelai serta umbi-umbi lainnya sangat besar. Begitu juga
potensi hasil perkebunan dan hortikultura seperti kelapa, coklat, karet dan
teh, mangga, durian, nanas juga besar. Potensi hasil ternak juga tidak kalah
besarnya. Potensi tersebut selama ini masih belum digarap dengan baik, sehingga
nilai tambah yang yang diperoleh masih kecil dan umumnya menguntungkan orang
kota. Nilai tambah komoditi tersebut dapat ditingkatkan melalui industrialisasi
di perdesaan dengan memanfaatkan teknologi dan kekuatan sumberdaya alam serta
sumberdaya manusia desa (Soeharjo, Soekartawi (1991) dan
Badan Agribisnis Departemen Pertanian (1995)).
Peningkatan nilai tambah ini dapat dilaksanakan melalui industrialisasi
perdesaan berbasiskan pertanian, dan sektor pertanian dapat dikatakan sebagai
sektor penyanggah ekonomi dalam menggerakan roda perekonomian. Melihat berbagai
fenomena yang mungkin terjadi tersebut, maka diperlukan upaya yang terencana
dan terarah untuk mengatasinya. Untuk itu, industrialisasi pertanian perdesaan
merupakan suatu upaya yang perlu dilakukan sesegera mungkin.
Industri perdesaan merupakan usaha ekonomi perdesaan dalam merubah nilai
tambah hasil pertanian dan merupakan usaha dalam penerapan teknologi. Untuk itu
keberhasilan industri tergantung sejauh mana teknologi dapat diterapkan di
lapangan terutama teknologi penanganan pascapanen dan teknologi pengolahan.
Penerapan teknologi dalam penambahan nilai baik secara kualitatif (mutu) maupun
kuantitatif sudah dimulai sejak awal tahun 1980 sampai sekarang. Upaya
penerapan teknologi tersebut selama ini ditempuh melalui kegiatan antara lain :
1) Introduksi teknologi pengolahan di tingkat petani; 2) Gerakan penanganan
pascapanen dan pengolahan ; 3) Demonstrasi dan kampanye teknologi pengolahan;
4) Latihan teknologi pengolahan bagi pelaku 5) Pembentukan kelembagaan di
tingkat pusat maupun daerah, 6) pembentukan unit pelaksana lapangan, 7) bantuan
peralatan pengolahan sebagai percontohan dan 8) melakukan kemitraan untuk
membangun pemasaran. Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian saat ini
hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat, hal ini disebabkan antara lain
karena keterbatasan informasi tentang teknologi tersebut dan perhatian
pemerintah terhadap peningkatan nilai tambah selama ini masih relatif kecil
jika dibandingkan dengan upaya produksi hasil pertanian. Sehingga perkembangan penanganan
pasca panen dan pengolahan hasil hingga dewasa ini masih berjalan lambat dan
masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari lambatnya perkembangan penggunaan
teknologi dan penerapannya.
2.3 Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan
Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan dan suatu manfaat
atau segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger,
1986). Sedangkan menurut Abdul Rodjak (1996), biaya adalah nilai dari semua
korbanan ekonomi yang dapat diperkirakan dan yang dapat diukur untuk
menghasilkan sesuatu produk, atau secara singkat dapat dikatakan bahwa biaya
adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu
produk dalam satu periode produk tertentu.
Selanjutnya biaya produksi dapat dibedakan menjadi dua macam : Biaya tetap (fixed cost) dan Biaya tidak tetap (variable cost),
Penerimaan adalah nilai semua produk yang dihasilkan dari suatu usahatani
dalam satu periode tertentu, jumlah penerimaan yang diterima dari suatu usaha
yang dijalankan sangat penting
diperhitungkan, karena hal itu dapat mempengaruhi berapa besarnya keuntungan
atau pendapatan.
2.4 Nilai Tambah
Industri hasil pengolahan hasil pertanian dapat menciptakan nilai tambah.
Jadi konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena
adanya input fungsional adalah perlakuan dan jasa yang menyebabkan bertambahnya
kegunaan dan nilai komoditas selama mengikuti arus komoditas pertanian
(Hardjanto, 1993). Selanjutnya perlakuan-perlakuan serta jasa-jasa yang dapat
menambah kegunaan komoditi tersebut disebut dengan input fungsional. Input
fungsional dapat berupa proses mengubah bentuk (from utility), menyimpan (time
utility), maupun melalui proses pemindahan tempat dan kepemilikan.
Sumber-sumber nilai tambah dapat diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor
produksi (tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen). Karena itu,
untuk menjamin agar proses produksi terus berjalan secara efektif dan efisien
maka nilai tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis
nilai tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat
perlakuan mengalami perubahan nilai (Hardjanto, 1993).
Menurut Hayami, Kawagoe, Marooka, Siregar (1987), analisis nilai tambah
pengolahan produk pertanian dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu
melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali
pengolahan yang menghasilkan produk tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis
yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan
dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh ialah harga output, upah kerja, harga bahan baku,
dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja.
Nilai input lain adalah nilai
dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan selama
proses pengolahan berlangsung. Nilai ini mencakup biaya modal dan gaji pegawai
tak langsung.
III. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
yang digunakan adalah studi kasus (case
study) dengan mengambil kasus pada perusahaan “Natania” di Desa Karangbenda
Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis. Variabel-variabel yang dioperasionalkan
sebagai berikut :
1)
Satu kali proses produksi adalah dimulai dari
penyediaan bahan baku, pemasakan dan pencampuran bahan tambahan, penempatan
dalam baki/nampan plastik, inokulasi bibit (starter),
fermentasi, panen dan pasca penen yang berlangsung selama 6 hari.
2)
Biaya produksi
3)
Penerimaan
4)
Pendapatan
5)
Jumlah produksi
6)
Nilai tambah
7)
Rasio nilai tambah
Jenis data yang
diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Teknik
penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling), yaitu pada
perusahaan Natania di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis.
Analisis biaya, penerimaan dan
pendapatan agroindustri Nata De Coco
dihitung dengan menggunakan rumus Tjakrawiralaksana (1983) sebagai berikut :
a.
Besarnya biaya produksi total dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
TC = TFC + TVC
Dimana : TC = Total
Cost (Biaya Total)
TFC =
Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total )
TVC =
Total Variable Cost (Biaya Variabel
Total )
b. Penerimaan adalah hasil perkalian dari jumlah produksi
dengan harga jual, dan dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut
yaitu :
TR = Hy.Y
Dimana : TR
= Total Revenue (Penerimaan Total)
Hy =
Harga Produk (Rp)
y =
Jumlah Produksi
c.
Keuntungan
(Pendapatan) adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi, dan
diketahui dengan rumus sebagai berikut yaitu :
∏ = TR – TC
Dimana : ∏ =
Pendapatan
TR =
Total Revenue (Penerimaan
Total)
TC = Total Cost (Biaya Total)
d. Besarnya nilai tambah dari usaha agroindustri Nata De Coco tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan komponen-komponen struktur produksi sebagai berikut (Hayami, dkk,
1987).
Tabel 1. Analisis
Struktur Produksi Pengolahan
Output,
Input, Harga
|
Jumlah
|
|
1
|
Hasil produksi Output
(lembar)
|
a
|
2
|
Input bahan baku
(kg)
|
b
|
3
|
Input tenaga kerja (HOK)
|
c
|
4
|
Faktor konversi
|
d = a : b
|
5
|
Koefisien tenaga kerja
|
e = c : b
|
6
|
Harga produk Output (Rp/lembar)
|
f
|
7
|
Upah rata-rata (Rp / HOK)
|
g
|
Penerimaan, Pendapatan
dan Nilai Tambah
|
||
8
|
Harga input bahan baku (Rp /
liter)
|
h
|
9
|
Sumbangan input lain (Rp / kg)*
|
i
|
10
|
Nilai produk Output
(Rp / kg)
|
j = d x f
|
11
|
a. Nilai Tambah (Rp / kg)
|
k = j – h – i
|
|
b. Ratio nilai tambah (%)
|
l =
k : j %
|
12.
|
a. Pendapatan Tenaga Kerja
(Rp/Kg)
|
m =
e x g
|
|
b. Bagian Tenaga Kerja
|
n =
m : k %
|
13.
|
Keuntungan (Rp/Kg)
|
o =
k – m
|
|
Tingkat Keuntungan (%)
|
p =
o : k %
|
Balas Jasa untuk Faktor
Produksi
|
||
14.
|
Marjin
|
q =
j-h
|
|
a. Pendapatan Tenaga Kerja
|
r =
m : q %
|
|
b. Sumbangan Input Lain
|
s =
i : q %
|
|
c. Keuntungan Perusahaan
|
t =
o : q %
|
Sumber : Hayami, dkk, 1987
Penelitian ini
dilaksanakan pada perusahaan Natania di Desa Karangbenda Kecamatan Parigi
Kabupaten Ciamis. Pelaksanaan penelitian mulai bulan Januari 2009 sampai
dengan bulan April 2009.
IV. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Agroindustri Nata De Coco
1)
Penyediaan Bahan Baku
Perusahaan Nata De Coco yang dikelola oleh Ibu Nia Kurniasih yang berada di
Desa Karangbenda dalam menjalankan usahanya sudah berjalan selama 4 tahun,
mulai dari tahun 2005. berdasarkan hasil penelitian, kebutuhan bahan baku per
satu kali proses produksi (satu minggu) sebanyak 8.640 liter air kelapa dengan
harga Rp. 100,00 per liternya.
Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan baku dan bahan pembantu. Bahan
baku pembuatan Nata De Coco adalah
air kelapa dan bahan pembantu digunakan untuk mempercepat proses pertumbuhan
bakteri (Acetobacter xylinum) dan
untuk mengatur kondisi air kelapa agar sesuai bagi pertumbuhan bakteri.
Penggunaan bahan baku tersebut bervariasi tergantung dari produsen. Berikut ini
adalah bahan tambahan yang biasa digunakan yaitu : Bibit (stater), Gula pasir
yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat, Asam cuka glasial/cuka untuk
membantu mengatur tingkat keasaman (pH), Pupuk ZA sebagai sumber nitrogen,
Kertas koran, Karet gelang, Kayu bakar dan Listrik.
2) Proses Produksi
Proses
pembuatan Nata De Coco
dilakukan dengan melalui tahap-tahap proses sebagai berikut :
a.
Persiapan air kelapa
Air
kelapa yang akan digunakan untuk pembuatan Nata
De Coco harus dibersihkan dari kotoran lain dengan cara disaring dengan
menggunakan kain kasa.
b.
Persiapan media
Media Nata De
Coco dibuat dengan cara mencampurkan air kelapa yang sudah disaring lalu
dipanaskan dalam dandang sampai mendidih, kemudian ditambahkan gula pasir, cuka, ZA dan kemudian
diaduk sampai merata. Media ini kemudian disimpan dalam baki. Baki-baki ini
ditutupi rapat dengan kertas koran supaya tidak dapat dimasuki serangga dari
luar.
c.
Fermentasi (peragian)
Selama
fermentasi, tambahkan starter bakteri Nata
dan diaduk lagi sampai merata media dibiarkan pada rak–rak yang datar dan tidak
diganggu. Setelah dua hari, mulai terlihat ada lapisan tipis di
permukaan yang semakin lama semakin menebal. Hasilnya dapat dipanen setelah waktu
peragian selama 6 hari.
3) Pemasaran
Pemasaran Nata De Coco di Desa
Karangbenda Kecamatan Parigi dilaksanakan melalui Stasiun Terminal Agribisnis
(STA). STA ini berfungsi sebagai fasilitasi antara pelaku usaha dengan pembeli.
4.2 Analisis Agroindustri Nata De Coco
1) Biaya
Biaya tetap dimaksud adalah biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh alat-alat seperti yang dihitung dalam
agroindustri Nata De Coco meliputi
pajak bumi dan bangunan, penyusutan alat dan bangunan serta bunga modal. Besarnya biaya
tetap pada agroindustri Nata De Coco
adalah sebesar Rp. 241.887,40,-
Biaya yang dikeluarkan untuk pajak bumi dan
bangunan adalah sebesar Rp. 63 per satu kali proses produksi. Alat-alat dan
bangunan yang digunakan dalam agroindustri Nata
De Coco terdiri dari bangunan, baki, tong penampung, bak penampungan,
dandang, tungku, pompa air, gayung, jerigen, botol kain kasa dan penyusutan
alat dan bangunan dihitung untuk satu kali proses produksi. Biaya penyusutan alat dan
bangunan sebesar Rp. 241.021,00 per satu kali proses produksi.
Modal yang digunakan dalam
agroindustri Nata De Coco adalah
modal sendiri. Modal sendiri maupun modal pinjaman dianggap atau diasumsikan
sebagai kredit, jadi harus dibayar bunganya sesuai bunga bank pinjaman yang
berlaku pada saat itu. Bunga bank yang berlaku pada saat penelitian di Desa
Karangbenda adalah 16 % /tahun untuk bunga pinjaman.
Biaya variabel yang dihitung
dalam agroindustri Nata De Coco
meliputi biaya pembelian bahan baku yaitu Air Kelapa, Cuka, Gula Pasir, ZA,
Koran, Bibit (starter) Karet Gelang, Kayu Bakar dan pembayaran listrik. Besarnya
biaya variabel agroindustri Nata De Coco adalah
sebesar Rp. 1.636.436,67 per satu kali proses produksi.
Biaya variabel terbesar dalam
pembuatan Nata De Coco adalah biaya
pembelian bahan baku yaitu Rp. 864.000,00. Disamping itu juga terdapat tenaga
kerja yang digunakan dalam proses pembuatan Nata
De Coco yaitu tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja pria
melakukan pekerjaan meliputi pemasakan dan pencampuran bahan pembantu,
permentasi dan pemanenan semua tenaga kerja pria berjumlah 4 (empat) orang
dengan besar upah Rp. 25.000,00 dan tenaga kerja wanita melakukan pekerjaan
mulai dari penyaringan, penempatan dalam baki, nampan plastik dan inokulasi
bibit dengan jumlah tenaga kerja 5 (lima) orang dengan upah 20.000,00.
Sedangkan biaya tidak tetap untuk pembelian Cuka, Gula Pasir, ZA, Koran, Bibit
(starter), Karet Gelang, Kayu Bakar dan untuk pembayran listrik dalam satu kali
proses produksi sebesar Rp. 567.000,-.
Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya tidak
tetap. Jadi biaya total agroindustri Nata
De Coco di Desa Karangbenda per satu kali proses produksi sebesar Rp.
1.878.324,07.
2) Penerimaan
Penerimaan diperoleh dari jumlah Nata
De Coco yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual yang berlaku pada saat
penelitian. Dari bahan baku sebanyak 8.640 liter dieperoleh hasil sebanyak
2.880 lembar dengan harga Rp. 1.100,00 per lembar, maka penerimaan yang
diperoleh dalam satu kali proses produksi adalah sebesar Rp. 3.168.000,00.
3) Pendapatan
Pendapatan atau
keuntungan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Dari biaya
yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.878.324,07 diperoleh penerimaan sebesar Rp.
3.168.000,00 sehingga pendapatan yang diperoleh adalah sebesar Rp. 1.289.675,93.
4) Analisis Nilai Tambah Agroindustri Nata De Coco
Nilai tambah
merupakan selisih antara nilai produk olahan dengan biaya. Analisis nilai
tambah dihitung untuk mengetahui pertambahan air kelapa menjadi Nata De Coco untuk menghitung nilai
tambah Nata De Coco tersebut
digunakan analisis nilai tambah dengan pendekatan struktur produksi (Hayami,
1987).
Faktor konversi
dari air kelapa menjadi Nata De Coco
adalah 0,33 hal ini berarti air kelapa menghasilkan Nata De Coco sebanyak 0,33 liter, faktor konversi ini dikaitkan
dengan besarnya jumlah produksi.
Koefisien tenaga
kerja adalah perbandinga antara input
tenaga kerja dengan input bahan baku. Koefisien tenaga kerja ini
memiliki nilai 0,001 dimana nilai tersebut merupakan nilai curahan tenaga kerja
untuk mengolah 1 liter air kelapa menjadi Nata
De Coco.
Sumbangan input
lain adalah biaya yang dikeluarkan selain bahan baku dan
biaya tenaga kerja untuk mengolah satu liter bahan baku. Sumbangan input
lain diperoleh dari penjumlahan biaya bersama (selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja) dibagi dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Sumbangan input lain ini sebesar Rp. 94,25 per
liter bahan baku.
Nilai output sebesar Rp. 363 nilai ini merupakan perkalian antara faktor
konversi dengan harga produk, nilai output
ini menunjukan besarnya nilai dari produk yang dihasilkan dari pengolahan
satu liter bahan baku.
Nilai tambah diperoleh sebesar
Rp. 168,75 per lembar Nata De Coco dan
memberikan sumbangan rasio nilai tambah yaitu sebesar 46,49 yang dihitung
dengan satuan persen dari harga bahan baku. Nilai tambah diperoleh dari
selisisih antara nlai produk dengan harga bahan baku serta sumbangan input lain. Nilai tambah tersebut
merupakan nilai tambah kotor karena masih mengandung pedapatan tenaga kerja dan
bagian tenaga kerja.
Pendapatan tenaga kerja diperoleh
dari perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja yaitu
sebesar Rp. 23,15/liter .
Keuntungan merupakan selisih
antara nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 145,60
dengan tingkat keuntungan sebesar 86,28 % untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Biaya
Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Agroindustri Nata De Coco dalam Satu Kali Proses Produksi
Output,
Input, Harga
|
Jumlah
|
|
1
|
Hasil produksi (lembar)
|
2.880
|
2
|
Input bahan baku
(liter)
|
8.640
|
3
|
Input tenaga kerja (HOK)
|
9
|
4
|
Faktor konversi
|
0,33
|
5
|
Koefisien tenaga kerja
|
0,001
|
6
|
Harga produk (Rp/lembar)
|
1.100
|
7
|
Upah rata-rata (Rp / HOK)
|
22.222,22
|
Penerimaan, Pendapatan
dan Nilai Tambah
|
||
8
|
Harga input bahan baku (Rp /
liter)
|
100
|
9
|
Sumbangan input lain (Rp / kg)*
|
94,25
|
10
|
Nilai Output/Nilai produk (Rp / kg)
|
363
|
11
|
a. Nilai Tambah (Rp / kg)
|
168,75
|
|
b. Rasio nilai tambah (%)
|
46,49
|
12.
|
a. Pendapatan Tenaga Kerja
(Rp/Kg)
|
23,15
|
|
b. Bagian Tenaga Kerja
|
13,72
|
13.
|
Keuntungan (Rp/Kg)
|
145,60
|
|
Tingkat Keuntungan (%)
|
86,28
|
Balas Jasa untuk Faktor
Produksi
|
||
14.
|
Marjin
|
263
|
|
a. Pendapatan Tenaga Kerja %
|
8,80
|
|
b. Sumbangan Input Lain %
|
35,84
|
|
c. Keuntungan Perusahaan %
|
55,36
|
V. KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1)
Bahan baku yang di perlukan untuk satu kali proses
produksi dalam agroindustri Nata De Coco
ialah sebanyak 8.640 liter air kelapa dan dalam satu kali proses produksi
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.636.436,67.
2)
Penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 3.168.000,00 dan memperoleh keuntungan Rp. 1.289.675,93 dalam
satu kali proses produksi dengan jumlah bahan baku 8.640 Liter dengan harga Rp.
100,- /Liter.
3)
Berdasarkan perhitungan nilai tambah yang diperoleh yaitu
Rp. 168,75 per lembar dengan total produksi 2.880 lembar per satu kali proses
produksi dengan harga Rp. 1.100,- per lembar.
5.2 Saran
Berdasarkan
pembahasan dan kesimpulan, maka disarankan :
1)
Perusahaan, agar terus menjalankan usahanya dengan cara
mengefisiensikan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksinya.
2)
Agar perusahaan dapat memperoleh penerimaan ataupun
keuntungan lebih besar, maka perusahaan harus meningkatkan produksinya, supaya
dapat menjadi perusahaan yang lebih besar lagi.
3)
Dengan meningkatnya produksi, diharapkan perusahaan
NATANIA dapat memperoleh nilai tambah yang lebih besar dan juga usaha yang
dijalankan lebih menguntungkan. Selain itu juga supaya dapat mengambil tenaga
kerja di daerah sekitar, sehingga dapat meningkatkan pertumbumbuhan
perekonomian masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rodjak. 1996. Diktat
Dasar Manajemen Usahatani, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.
Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis. 2008. Laporan Tahunan. Ciamis.
Gittinger, J. Price. 1986. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta
Hadisapoetro.1973. Biaya dan Pendapatan di dalam Usahatani. Fakultas Pertanian Universitas
Gajah Mada. Departemen Ekonomi Pertanian. Yogyakarta.
Hardjanto, W. 1993. Bahan Kuliah Manajemen
Agribisnis. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Hayami, Kawagoe,
Marooka, Siregar.1987, Agricultural
Marketing and Processing in Upland Java. A
Perspective From a Sunda
Village, CGPRT. Bogor.
Hick, P. A. 1995. An Overview of issues and Strategies in The Development of Food
Processing Industries In Asia and The Pacific, APO Symposium, 28
September-5 Oktober. Tokyo.
Manalili, 1996. Pembangunan
agroindustri berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Mubyarto. 1989, Pengantar Ekonomi
Pertanian, Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerapan Ekonomi Sosial, Jakarta.
Soekartawi. 1996, Panduan Membuat Usulan Proyek
Pertanian dan Perdesaan. Andi
offset. Yogyakarta
Soeharjo,
1991. Konsep dan Ruang Lingkup Agroindustri dalam Kumpulan Makalah Seminar
Agribisnis. Buku I. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertananian IPB. Bogor.
Tenda, E. T., H. G. Lengkey,
Miftahorrachman dan H. Tampake. 1999. Produktivitas
sifat kimia daging dan air buah enam jenis kelapa hibrida. J. Penelitian Tanaman
Industri. 5 (2): 39 – 45.
Tjakrawiralaksana.1983,
Usahatani. Departemen Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Wisnu,
2007. Makalah Teknologi Pengolahan Kelapa
Terpadu. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen. Bogor
RIWAYAT HIDUP
Nama :
Cecep Pardani, S.P., M.P.
Tempat, tanggal lahir :
Tasikmalaya, 07 Mei 1980
Jens Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Dosen Fakultas Pertanian
Universitas Galuh
Alamat :
Jl. Bogor II No. 105 Perum Kotabaru Kencana Kel. Kotabaru Kec.
Cibeureum Kota Tasikmalaya
No Telpon /
HP : (0265)775018 /
081323177733
Hai salam kenal...
BalasHapusmaaf bisa minta tolong tuliskan tahun penelitiannya? sebab saya sedang membutuhkannya untuk referensi.
terima kasih....
Januari - April 2009
HapusJanuari - april 2009
BalasHapusbapak saya mau nanya bagaimana menghitung nilai tambah dg menggunakan tabel hayami dalam jumlah sampel 150
BalasHapusmohon petunjuknya bapak
terima kasih
pak saya mau tanya selain hayami untuk menghitung nilai tambah dengan metode apa yah makasih pak
BalasHapuspak saya mau tanya selain hayami untuk menghitung nilai tambah dengan metode apa yah makasih pak
BalasHapuspak saya mau tanya harga input itu harga limbah dari air kelapanya ?
BalasHapusAssalamualaikum pak, saya mau nanya yang 94.25 itu bagaimana perhitungannya yah, mohon dibantu pak
BalasHapus